Temu Kangen Senior P3I

Sore menjelang senja hari itu, Ruang Cassablanca Hotel Grand Mahakam di sebelah kolam renang dipadati oleh empatpuluhan undangan yang mayoritas berusia di atas empatpuluhan. Mereka hadir memenuhi undangan PengDa DKI Jaya dalam acara Temu Kangen Senior P3I. Mereka yang hadir rata-rata pernah aktif di P3I, dalam kegiatan maupun kepengurusan, baik kepengurusan pusat maupun DKI Jaya.

 

Cukup menggembirakan karena pertemuan tersebut menjadi ajang berbagi, mengenang “the good old days” melalui cerita-cerita yang sering mengundang tawa, seperti yang disampaikan oleh Indra Abidin, Chaidir Hassan, Emir Moechtar, Juzar Junin dan Yusca Ismail, Lotte Mohamad dan Paul Karmadi. Juga menggembirakan karena pertemuan ini diinisiasi oleh anak-anak muda PengDa DKI Jaya yang dikomandani oleh Irfan Ramli. Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa anak-anak muda memiliki kearifan untuk belajar dari masa lalu, dari sejarah, seperti yang disampaikan oleh Savrinus Suardi: “Sesekali perlu menengok ke belakang agar dapat melangkah ke depan dengan lebih baik.”

 

Namun, di tengah kegembiraan itu terpendam kesedihan, karena kita telah kehilangan salah seorang senior periklanan: Billy Muditajaya tanpa banyak yang tahu. Sepertinya, kita yang berkecimpung di dunia komunikasi ini, justru punya masalah dalam berkomunikasi. Salah satu penyebabnya adalah arsip alamat dan nomor kontak para senior. Ini juga tergambar dalam kearsipan data kepengurusan yang banyak bolong, terutama data kepengurusan awal P3I. Sutedjo Hadiwasito menggunakan kesempatan ini untuk mengimbau para senior untuk mengisi formulir pendataan kepengurusan yang telah disediakan, agar sejarah kepengurusan P3I bisa tercatat dengan baik.

 

Irfan Ramli dalam sambutan pembukaannya sempat menjanjikan bahwa acara semacam ini akan diadakan minimal dua kali dalam setahun — yang langsung disambut gembira oleh hadirin. Acara yang menyajikan santap malam ini, menyebabkan semua orang berkumpul di tepi kolam. Dan, si cantik penyanyi yang melantunkan tembang-tembang pun terluput dari perhatian, nyaris tak terdengar suaranya, terkubur oleh riuhnya obrolan dan canda tawa para senior. (esha)