About Us

p3i-logo

PROFIL ASOSIASI
Perkumpulan Perusahaan Periklanan Indonesia, yang juga dikenal sebagai Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, adalah asosiasi perusahaan-perusahaan jasa berbadan hukum yang bergerak di bidang periklanan. Saat ini anggota P3I berjumlah kurang lebih 500 perusahaan yang tersebar di 23 provinsi di wilayah hukum Republik Indonesia.

P3I adalah asosiasi perusahaan-perusahaan yang memiliki Ijin Usaha di bidang jasa periklanan. P3I merupakan kelanjutan dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) yang didirikan pada tanggal 20 Desember 1972, kemudian singkatan PPPI mengalami proses perubahan menjadi P3I (Indonesian Advertising Agencies Association) yang merupakan penerus Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI) yang didirikan pada tanggal 1 September 1949, untuk waktu yang tidak ditentukan.

SEJARAH SINGKAT
Zaman Hindia Belanda hingga Pendudukan Jepang belum ada Asosiasi Periklanan.

Asosiasi Perusahaan Periklanan yang pertama berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan nama Bond van Reclame Bureaux in Indonesia atau dalam bahasa Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama resminya justru yang berbahasa Belanda, karena pada waktu itu sebagian besar pelaku di industri periklanan adalah orang-orang Belanda maupun keturunan Belanda. Demikian juga para pengurusnya adalah orang-orang
Belanda dan keturunannya.

Pasca kemerdekaan kegiatan periklanan menurun tajam, dan perusahaan periklanan masih menggunakan istilah Biro Reklame.
Bulan September 1949 berdiri Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI)

Akibat tidak tertampungnya aspirasi pelaku periklanan pribumi, mereka mendirikan asosiasi periklanan tandingan tahun 1953 bernama Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN).

Baru setelah PBRI diketuai oleh orang Indonesia, Muhammad Napis, maka pada tahun 1957 diputuskan pergantian nama resmi menjadi PBRI. Sejalan dengan nama baru maka perlu penyesuaian istilah dari “perserikatan” menjadi “persatuan”
Fusi antara PBRI dan SBRN. Dan pada November 1957 kata Perserikatan pada PBRI resmi berubah menjadi Persatuan.

Napis adalah seorang tokoh periklanan Indonesia yang ternyata berhasil memimpin PBRI secara terus-menerus hingga memasuki dasawarsa 1970-an. Napis sendiri ternyata sudah jenuh menjadi Ketua PBRI selama belasan tahun, dan menganggap bahwa situasi seperti itu dapat mengarah kepada hal-hal yang tidak demokratis.

Pada tahun 1971, Napis menyelenggarakan referendum di antara anggota PBRI untuk memilih ketua yang baru, di samping juga meminta usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta usulan perubahan kebijakan dan strategi. Namun, ternyata referendum itu tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Napis tetap secara aklamasi diterima sebagai Ketua PBRI.

Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia memandang perlunya pengaturan terhadap industri periklanan. Harsono yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG) Departemen Penerangan, memprakarsai penyelenggaraan sebuah forum nasional, pertama kali secara resmi di Indonesia, Seminar Periklanan yang bertujuan membicarakan arah industri periklanan. Seminar diselenggarakan di Restoran Geliga, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G. Rorimpandey, Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan.

Dalam kesempatan itu pemerintah menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah perusahaan periklanan yang diakui Pemerintah Republik Indonesia. Pernyataan ini tampaknya didorong oleh kenyataan telah hadirnya berbagai perusahaan periklanan yang disponsori pihak asing, dan tidak merasa berkepentingan untuk menjadi anggota PBRI. Sekalipun pada tahun 1970 Menteri Perdagangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo telah menerbitkan surat keputusan yang melarang kehadiran perusahaan periklanan asing di Indonesia, namun kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap menghadirkan banyak negara asing di industri periklanan Indonesia. Pernyataan Pemerintah itu membuat hampir semua perusahaan periklanan yang baru didirikan sekitar 1970-an kemudian mendaftarkan diri menjadi anggota PBRI.

Seminar periklanan itu juga memunculkan napas dan harapan baru akan munculnya generasi modern periklanan Indonesia. Keinginan untuk berorganisasi secara serius pun mulai tampak hidup. Napis pun semakin berharap bahwa penggantinya akan segera muncul.

Kebetulan, pada tahun 1972 itu juga berlangsung Asian Advertising Congress (AAC) VIII di Bangkok. Masih dengan semangat Seminar Periklanan, beberapa tokoh periklanan Indonesia pun segera berangkat menghadiri kongres tersebut. Mereka antara lain adalah: Christian Wibisono, Ken Sudarto, Sjahrial Djalil, Ernst Katoppo, Abdul Moeid Chandra, Jacoba Muaja, Usamah, dan Yo Wijayakusumah. Tidak tanggung-tanggung, delegasi Indonesia pada waktu itu secara nekat juga menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah AAC IX pada tahun 1974. Hebatnya lagi, usulan itu ternyata diterima. Pertumbuhan pesat industri periklanan Indonesia tentulah menjadi faktor pembobot yang menghasilkan keputusan itu.

Semangat untuk menjadi tuan rumah AAC IX itulah yang membuat insan periklanan Indonesia semakin membulatkan tekad untuk berorganisasi secara rapi. Pada tanggal 20 Desember 1972, bertempat di restoran Chez Mario milik Muhammad Napis di jalan Ir. H. Juanda III/23, Jakarta Pusat, diselenggarakan Rapat Anggota PBRI.

Rapat itu juga dihadiri Direktur Bina Pers dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Departmen Penerangan, Drs. Tjoek Atmadi. Rapat itu mengagendakan pemilihan pengurus baru, serta membahas kemungkinan dibentuknya sebuah asosiasi periklanan dengan visi dan lingkup yang lebih luas.

Abdul Majid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI yang memiliki stasiun radio Trinanda Chandra dan perusahaan periklanan dengan nama yang sama, akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus tercatat beberapa orang tokoh periklanan Indonesia, seperti: Savrinus Suardi, Usamah, Sjahrial Djalil, dan Yo Wijayakusumah. Mereka adalah muka-muka baru yang sebelumnya bukan merupakan aktivis PBRI.

Rapat Anggota juga menyepakati pembubaran PBRI dan pembentukan asosiasi yang baru dengan nama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula istilah ”biro reklame” yang berbau kebelanda-belandaan, digantikan dengan istilah yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”. Desakan untuk mengganti istilah ”biro reklame” juga didasari pada kenyataan bahwa tukang pembuat stempel di pinggir jalan pun menyebut diri mereka sebagai biro reklame.

Maka, resmi di bulan Desember 1972 di Jakarta perubahan nama Biro Reklame menjadi Perusahaan Periklanan. Pun demikian Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) pada 20 Desember 1972 resmi berjalan dengan Ketua terpilih AM Chandra.

Pada saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan periklanan. Sahrial Djalil AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI juga segera merumuskan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang baru untuk menampung aspirasi periklanan modern.

Pada tahun 1980 dimulai dari Seminar Kode Etik Periklanan terbentuklah Kode Etik Periklanan yang kemudian disempurnakan menjadi Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Pada tanggal 17 September 1981 Kode Etik Periklanan Indonesia dikukuhkan oleh seluruh asosiasi pendukung disaksikan Ali Moertopo Menteri Penerangan saat itu.

PPPI menjadi anggota Dewan Pers menurut UU No.21/1982 yang disahkan pada tanggal 20 September 1982.

Kongres IV PPPI pada tanggal 19-21 Desember 1984 di Bandung untuk pertamakali dihadiri para Pengurus dan Anggota Daerah.

Tahun 2005, PPPI ada di 11 Provinsi dan memiliki kurang lebih 350an anggota.

Mukernas X PPPI pada tanggal 18-20 Februari 2011 di Denpasar meluncurkan logo baru dan perubahan penyingkatan nama PPPI menjadi P3I.

Mukernas XI P3I pada tanggal 12-14 Februari 2015 di Medan ditandai dengan dikukuhkannya 2 Kepengurusan Daerah baru yakni Riau dan Sulawesi Selatan. Total Pengurus Daerah sebanyak 13 Pengda dan Total Anggota Nasional di tahun 2015 mencapai 465 Agency.

Kongres XVI P3I pada tanggal 4-6 Mei 2017 di Pontianak dihadiri oleh para anggota dari 14 Kepengurusan Daerah (1 Pengda yang dikukuhkan adalah Kepulauan Riau), dengan Total Anggota Nasional di tahun 2015 mencapai 494 Agency.

Untuk pertama kalinya P3I menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) pada tanggal 3 Maret 2018 di Jakarta. KLB menghasilkan Kepengurusan Baru Pusat masa bakti 2018-2022.